TUGAS 5
LIA KHOIRIYAH
26214053
1EB30
TUGAS MAKALAH PENGANTAR BISNIS
TENTANG KERANGKA KERJA PENGEMBANGAN
EKONOMI KREATIF INDONESIA
Di Susun
Oleh :
LIA KHOIRIYAH
NPM :
26214053
Kelas :
1EB30
FAKULTAS
EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan ridhonya sehingga penyusun merampungkan dan menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini di buat dengan
tujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pengantar bisnis tentang Kerangka Kerja Pengembangan
Ekonomi Kreatif Indonesia
Penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penulisan ini, sehingga menjadi landasan penyusun untuk membuat
Makalah lain.
Akhirnya segala puja dan puji
hanya bagi Allah SWT semesta alam. Semoga makalah ini dapat bermanfaat serta
mendapatkan rahmat dari Allah SWT bagi kita semua.
Amin…….
Jakarta , November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar.................................................................................... i
Daftar isi................................................................................................ ii
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................
1
1.1 Latar belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah penulisan......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Makalah............................................................................................................ 1
1.4 Manfaat Makalah.......................................................................................................... 1
Bab II Pembahasan
2.1 Model
Pengembangan Ekonomi Kreatif................................................................... 2
1. Pondasi model
pengembangan ekonomi kreatif............................................ 2
2. Pilar utama model
pengembangan ekonomi kreatif...................................... 3
2.2 Aktor Utama & Faktor Pengerak
Pengembangan Ekonomi Kreatif..................... 4
2.3 Pemahaman factor penggerak................................................................................... 6
1. Rantai Nilai Pada Industri Kreatif................................................................
7
2. Produksi...........................................................................................................
8
3. Distribusi..........................................................................................................
8
4. Komersialisasi....................................................................................................
9
2.4
Klasifikasi 14 Subsektor Industri Kreatif.................................................................
9
1.
Substansi Dominan...........................................................................................
9
2.
Intensitas Sumber Daya...................................................................................
10
II Penutup
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
11
Daftar pustaka...................................................................................... 12
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis ekonomi global mengharuskan
setiap negara, termasuk Indonesia mengaharuskan untuk bekerja keras untuk dapat
bersaing baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri. Pengembangan ekonomi
dan ekonomi kreatif di Indonesia diperlukan agar siap memanfaatkan dan merebut
peluang pasar yang semakin kompetitif.
Pengembangan ekonomi kreatif yaitu
pilihan tepat untuk melindungi ketahanan ekonomi dalam kondisi krisis global.
Ekonomi Kreatif perlu dikembangkan karena ekonomi kreatif berpotensi besar
dalam memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, , berbasis pada sumberdaya
yang terbarukan menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan
kompetitif suatu bangsa; dan memberikan dampak sosial yang positif. Adupun
cintoh peristiwa oleh ekonomi kreati yaitu diantaranya :
Pada tanggal 22 Desember 2008
pemerintah juga telah mencanangkan tahun 2009 sebagai Tahun Indonesia Kreatif
(TIK). Tujuan dari program ini adalah terbukanya wawasan seluruh pemangku
kepentingan akan kontribusi ekonomi kreatif terhadap ekonomi Indonesia dan
terciptanya citra bangsa yang positif. Presiden Republik Indonesia juga telah
memerintahkan kepada 28 instansi pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung
kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009-2015 melalui Instruksi
Presiden Nomor 6 tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.
Melihat persolan diatas, maka
penulis tertarik untuk guna penyusunan makalah yang diberi judul “Kerangka
Kerja Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana model pengembangan
indrustri kreatif ?
2. Apa saja aktor utama & faktor
penggerak pengembangan indrustri kreatif ?
3. Bagaimana rantai nilai pada industri
kreatif ?
4. Apa saja klasifikasi 14 subsektor
industri kreatif ?
1.3 Tujuan Manfaat
1. Untuk mengetahui model pengembangan
industri kreatif.
2. Untuk mengetahui aktor utama &
faktor penggerak pengembangan indrustri kreatif.
3. Untuk mengetahui rantai nilai pada
industri kreatif.
4. Untuk mengetahui klasifikasi 14
subsektor industri kreatif.
1.4 Manfaat Makalah
Penyusunan makalah ini menggunakan
metode observasi dan kepustakaan, observasi yang dilakukan seperti studi
pustaka dengan membaca buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah. Dan
sumber lainnya melalui informasi media komunikasi (internet) yang berhubungan
dengan tema makalah.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Model Pengembangan Ekonomi
Kreatif
Model pengembangan
industri kreatif adalah layaknya sebuah
bangunan yang akan menguatkan ekonomi Indonesia, dengan
landasan, pilar dan atap sebagai elemen‐elemen
bangunan tersebut. Yang perlu digaris bawahi sejak awal adalah adanya
kenyataan bahwa banyak subsektor industri kreatif
di Indonesia yang memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan sektor industri nasional lainnya, dan itu
dicapai dengan interfensi pemerintah yang
minimal. Saat ini upaya pemerintah dalam
rangka membangun industri kreatif diharapkan lebih meningkatkan
kemampuan inovasi dan daya adaptasi yang
selama ini telah terbangun secara alami, bukan justru sebaliknya.
Dengan model pengembangan industri kreatif ini, maka akan membawa industri
kreatif dari titik awal (origin point) menuju
tercapainya visi dan misi industri kreatif
Indonesia 2030.
1 Pondasi model pengembangan ekonomi kreatif
Pondasi industri
kreatif adalah sumber daya insani (People)
Indonesia yang merupakan elemen terpenting
dalam industri kreatif. Keunikan industri
kreatif –yang menjadi ciri bagi hampir
seluruh sektor industri yang terdapat dalam
industri kreatif– adalah peran sentral
sumber daya insani sebagai modal insani
dibandingkan faktor‐faktor produksi lainnya. Untuk itu,
pembangunan industri kreatif Indonesia yang
kompetitif harus dilandasi oleh pembangunan SDM
yang terampil, terlatih dan terberdayakan untuk Menumbuh
kembangkan pengetahuan dan kreativitas.
Pengetahuan dan kreativitas inilah yang menjadi faktor
produksi utama di dalam industri kreatf. Menurut Richard
Florida, individu‐individu kreatif memiliki strata yang
disebut sebagai strata kreatif (creative class). Individu‐individu
pada strata kreatif ini terlibat dalam pekerjaan yang memiliki
fungsi untuk “menciptakan bentuk baru yang
memiliki arti” 14. Dalam bukunya, “The Rise
of Creative Class”, Richard Florida
menyatakan bahwa strata kreatif ini terdiri dari dua
komponen utama, yaitu:
1.
Inti Super Kreatif (Super Creative Core).
Strata kreatif ini terdiri dari ilmuwan
dan insinyur, profesor pada universitas, pujangga dan pengarang cerita,
seniman & seniwati, entertainers, aktor, desainer dan
arsitek, pengarang cerita nonfiksi, editor,
tokoh budaya, peneliti, analis, pembuat film,
dan pekerja kreatif lainnya yang secara
intensif terlibat. dalam proses kreatif .
Hal utama yang harus dihasilkan dalam
pekerjaan kreatif adalah menghasilkan suatu
bentuk baru atau desain yang siap
untuk digunakan secara luas, misalnya: desain
sebuah produk yang dapat dibuat secara
luas, dijual dan akhirnya digunakan; teori
dan strategi yang dapat diaplikasikan di
berbagai kasus; atau menggubah musik yang
dapat dipertontonkan berulang kali. Individu‐individu
pada strata ini akan terlibat pada contoh kegiatan di atas secara teratur.
2.
Pekerja Kreatif Profesional (Creative
Professional). Individu pada strata ini pada umumnya
bekerja pada industri yang memiliki karakterisitik: knowledge‐intensive
seperti industri berbasis teknologi tinggi (high
tech), berbasis jasa layanan keuangan,
berbasis Hukum, praktisi kesehatan dan
teknikal, dan manajemen bisnis. Individu
ini terlibat dalam penyelesaian masalah yang
memerlukan kreativitas (creative problem solving)
untuk membuat gambaran dari sebuah struktur
pengetahuan yang kompleks untuk menyelesaikan
masalah yang spesifik. Untuk dapat
melakukan hal ini, pada umumnya akan
membutuhkan tingkat pendidikan yang cukup
tinggi dan individu pada strata ini sering kali
mengaplikasikan atau mengkombinasikan suatu metoda standar dengan cara
yang unik sehingga dapat sesuai dengan
permasalahan atau situasi yang ada. Dokter,
pengacara, atau manajer seringkali melakukan
hal ini untuk menyelesaikan kasus/permasalahan
yang dihadapinya. Individu‐individu yang
berada pada strata ini mungkin saja dapat
menjadi individu pada strata inti super
kreatif, jika individu ini terlibat dalam proses penciptaan
sesuatu yang baru.
2 Pilar utama model pengembangan
ekonomi kreatif
Dalam model
pengembangan ekonomi kreatif terdapat 5
pilar yang perlu terus diperkuat sehingga
industri kreatif dapat tumbuh dan
berkembang mencapai visi dan misi ekonomi kreatif
Indonesia. Kelima pilar ekonomi kreatif tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1.
Industry. Industri merupakan bagian dari
kegiatan masyarakat yang terkait dengan produksi,
distribusi, pertukaran serta konsumsi produk
atau jasa dari sebuah Negara atau area
tertentu. Industri yang menjadi perhatian
dalam pilar ini khususnya adalah industri
kreatif yang akan dianalisis berdasarkan
model Porter 5‐forces 15. Analisis dengan Porter 5‐forces
sebagai framework ini dilakukan untuk
mengupayakan terbentuknya struktur pasar industri
kreatif dengan persaingan sempurna yang mempermudah
pelaku industri kreatif untuk melakukan bisnis dalam sektor tersebut.
Pilar
Industri ini dimasukkan ke dalam model
pengembangan ekonomi kreatif, berdasarkan kepada
pendekatan dari Howkins (2001) yang
mengatakan kreativitas saja tidak bisa dihitung.
Yang bisa dihitung adalah produk kreatif.
Produk kreatif adalah hasil suatu kreativitas
dikalikan dengan transaksi. Ini mengindikasikan
adanya faktor kreasi dan originalisasi yang
memiliki potensi kapital dan/atau yang diproduksi
sedemikian rupa untuk dikomersialisasikan.
2.
Technology. Teknologi dapat didefinisikan
sebagai suatu entitas baik material dan non
material, yang merupakan aplikasi penciptaan
dari proses mental atau fisik untuk
mencapai nilai tertentu. Dengan kata lain,
teknologi bukan hanya mesin ataupun alat
bantu yang sifatnya berwujud, tetapi
teknologi ini termasuk kumpulan teknik atau
metode‐metode, atau aktivitas yang membentuk dan mengubah budaya. 16 Teknologi ini
akan merupakan enabler untuk mewujudkan kreativitas individu dalam karya nyata.
3.
Resources. Sumber daya yang dimaksudkan disini adalah input yang dibutuhkan
dalam proses penciptaan nilai tambah, selain
ide atau kreativitas yang dimiliki oleh
sumber daya insani yang merupakan landasan
dari industri kreatif ini. Sumber daya
meliputi sumber daya alam maupun ketersediaan
lahan yang menjadi input penunjang dalam industri
kreatif. Sumber daya material yang khas
Indonesia seperti misalnya rotan adalah
salah satu keunikan dari bangsa Indonesia.
Intensifikasi sumber daya‐sumber daya yang
khas ini kedalam produk‐produk fisikal
seperti desain, kerajinan dan fesyen memberikan
identitas nasional yang dibutuhkan dalam berkompetisi dipasar global.
4.
Institution. Institution dalam pilar pengembangan
industri kreatif dapat didefinisikan sebagai
tatanan sosial dimana termasuk di dalamnya
adalah kebiasaan, norma, adat, aturan, serta hukum yang
berlaku. Tatanan sosial ini bisa yang bersifat informal –seperti sistem
nilai, adat istiadat, atu norma ‐
maupun formal dalam bentuk peraturan perundang‐undangan.
5.
Financial Intermediary. Lembaga intermediasi keuangan adalah
lembaga yang beperan menyalurkan pendanaan kepada pelaku industry
yang membutuhkan, baik dalam bentuk modal/ekuitas mapun pinjaman/kredit.
Lembaga intermediasi keuangan merupakan salah
satu elemen penting untuk untuk
menjembatani kebutuhan keuangan bagi pelaku dalam industri kreatif.
Industri
kreatif memiliki subsektor yang banyak. Ada yang kreasinya
berbentuk benda fisik, ada pula yang kreasinya berupa produk non‐fisik
(intangible). Persepsi lembaga keuangan saat ini masih
tradisional, hanya mau menyalurkan pinjaman
pada industri yang memiliki hasil fisikal dan
memiliki lahan fisikal sebagai tempat berproduksi. Dengan
berkembangnya teknologi ICT, saat ini banyak produk‐produk non‐fisikal yang
memanfaatkan dunia maya (cyberspace) sehingga berbentuk
digital. Insittusi finansial harus menciptakan perangkat finansial yang
mendukung era ini.
2.2 Aktor Utama & Faktor
Pengerak Pengembangan Ekonomi Kreatif
Kondisi ekonomi
yang diharapkan oleh Indonesia adalah
ekonomi yang berkelanjutan. Keberlanjutan yang
dimaksud adalah kemampuan untuk beradaptasi
terhadap kondisi geografis dan tantangan
ekonomi baru, yang pada akhirnya menghasilkan keberlanjutan
pertumbuhan (sustainable growth). Pertumbuhan yang
tinggi tercermin dari kompetensi individu individu
dalam menciptakan inovasi. Ekonomi Kreatif yang
di dalamnya terdapat industri‐Industri kreatif
memiliki daya tawar yang tinggi di dalam ekonomi berkelanjutan
karena individu‐individunya memiliki modal kreativitas (creative
capital) yang mereka gunakan untuk menciptakan inovasi‐inovasi.
Sebelum rencana
pengembangan besar yang tercermin dalam
roadmap dijalankan, aktor‐aktor yang terlibat dalam proses
pengembangan industri kreatif haruslah terlebih dahulu perlu
memahami perannya masing‐masing serta harus
mempersiapkan starting point oleh seluruh aktor terlibat
secara matang untuk mengembangkan industri
kreatif ini secara berkelanjutan.
a. Peran Cendekiawan
Cendekiawan disini memiliki peran
sebagai sebagai agen yang menyebarkan & mengimplementasikan
ilmu pengetahuan, seni dan teknologi, serta sebagai agen yang membentuk nilai‐nilai yang
konstruktif bagi pengembangan industri kreatif dalam
masyarakat.
Akademisi sebagai bagian dari
komunitas cendekiawan di dalam lembaga pendidikan tinggi dan
lembaga penelitian, memiliki peranan yang besar
dalam mengembangkan ekonomi kreatif. Kontribusi akademisi tersebut
dapat dijabarkan dalam tiga bentuk peranan, seperti juga yang termuat
dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu:
1.
Peran pendidikan ditujukan untuk mendorong
lahirnya generasi kreatif Indonesia dengan pola pikir
yang mendukung tumbuhnya karsa dan karya dalam
industri kreatif;
2.
Peran penelitian dilakukan untuk memberi
masukan tentang model kebijakan
industri kreatif dan instrumen yang dibutuhkan, serta menghasilkan
teknologi yang mendukung cara kerja dan
penggunaan sumber daya yang efisien dan menjadikan industry kreatif nasional
yang kompetitif; dan
3.
Peran pengabdian masyarakat dilakukan untuk
membentuk masyarakat dengan institusi/tatanan sosial yang mendukung
tumbuh suburnya industri kreatif nasional.
Dalam
menjalankan perannya secara aktif, cendekiawan
dituntut untuk memiliki semangat disipliner dan eksperimental
tinggi, menghargai pendapat yang bersebrangan (empati dan etika), mampu
memecahkan masalah secara kreatif, menjalankan observasi yang
bersifat lintas sektoral, menggunakan teknologi ICT dengan
fasih, menjadi anggota forum pengkayaan ilmu pengetahuan dan seni baik
secara nasional maupun internasional, formal maupun non‐formal.
b. Peran Bisnis
Aktor bisnis merupakan pelaku usaha,
investor dan pencipta teknologi teknologi baru, serta juga merupakan konsumen
industri kreatif. Aktor bisnis juga perlu mempertimbangkan dan mendukung
keberlangsungan industri kreatif dalam setiap peran
yang dilakoninya. Misalnya melalui prioritas penggunaan
input antara industry kreatif domestik, seperti jasa‐jasa
industri kreatif dalam riset, iklan dan lain‐lain.
Peran bisnis dalam pengembangan
industri kreatif ini adalah:
1. Pencipta,
yaitu sebagai center of excellence dari kreator produk dan jasa kreatif, pasar
baru yang dapat menyerap produk dan jasa
yang dihasilkan, serta pencipta lapangan pekerjaan bagi
individu‐individu kreatif ataupun individu pendukung lainnya.
2. Pembentuk
Komunitas dan Entrepreneur kreatif, yaitu sebagai motor yang membentuk ruang
public tempat terjadinya sharing pemikiran, mentoring yang dapat mengasah
kreativitas dalam melakukan bisnis di industri kreatif,
business coaching atau pelatihan manajemen pengelolaan usaha di industri
kreatif.
Dalam
menjalankan perannya, bisnis dituntut untuk menggunakan kemampuan konseptual
yang tinggi, mampu menciptakan variasi baru berupa produk dan jasa, mahir
berorganisasi, bekerjasama, berdiplomasi (semangat
kolaborasi dan orkestrasi), tabah menghadapi
kegagalan yang dialami, menguasai konteks
teknikal dan kemampuan perencanaan finansial.
c. Peran Pemerintah
Keterlibatan pemerintah dalam
pembangunan industry kreatif sangatlah dibutuhkan terutama melalui
pengelolaan otonomi daerah yang baik, penegakan demokrasi, dengan prinsip‐prinsip good
governance. Ketiganya bukan merupakan hal yang baru, memang sudah menjadi
agenda utama reformasi. Jika berhasil dengan
baik, ketiganya merupakan kondisi positif bagi pembangunan industri
kreatif.
Peran utama Pemerintah dalam
pengembangan industri kreatif adalah:
1. Katalisator,
fasilitator dan advokasi yang memberi rangsangan,
tantangan, dorongan, agar ide‐ide bisnis bergerak ke tingkat
kompetensi yang lebih tinggi. Tidak selamanya dukungan
itu haruslah berupa bantuan finansial, insentif ataupun proteksi, tetapi dapat
juga berupa komitmen pemerintah untuk
menggunakan kekuatan politiknya dengan proporsional dan dengan memberikan
pelayanan administrasi publik dengan baik;
2. Regulator
yang menghasilkan kebijakan‐kebijakan yang berkaitan dengan people,
industri, insititusi, intermediasi, sumber daya, dan teknologi. Pemerintah
dapat mempercepat perkembangan industry kreatif jika pemerintah mampu
membuat kebijakan‐kebijakan yang menciptakan iklim usaha yang
kondusif bagi industri kreatif. Pemerintah juga harus
mengatur bahwa kebijakan yang telah dikeluarkan
dijalankan dengan baik.
3. Konsumen,
investor bahkan entrepreneur. Pemerintah sebagai investor
harus dapat memberdayakan asset Negara untuk menjadi produktif dalam
lingkup industry kreatif dan bertanggung jawab terhadap investasi
infrastruktur industri. Sebagai konsumen, pemerintah perlu
merevitalisasi kebijakan procurement yang dimiliki, dengan
prioritas penggunaan produk‐produk kreatif. Sebagai entrepreneur, pemerintah
secara tidak langsung memiliki otoritas terhadap badan usaha milik
pemerintah (BUMN)
4. Urban
planner. Kreativitas akan tumbuh dengan subur di kota kota yang memiliki iklim
kreatif. Agar pengembangan ekonomi kreatif ini berjalan
dengan baik, maka perlu diciptakan kota‐kota kreatif
di Indonesia. Pemerintah memiliki peran sentral dalam penciptaan kota
kreatif (creative city), yang mampu mengakumulasi dan
mengkonsentrasikan energi dari individu‐individu kreatif menjadi magnet yang
menarik minat individu/perusahaan untuk membuka usaha
di Indonesia.
2.3 Pemahaman factor penggerak
Yang dimaksud dengan faktor
penggerak adalah aspek‐aspek, kondisi, mekanisme yang dianggap sebagai variabel utama
penentu keberhasilan pengembangan industri kreatif.
Faktor penggerak ini merupakan faktor‐faktor penting untuk membentuk
pondasi dan pilar yang kokoh pada tahun
2015.
Penjelasan dari masing‐masing
faktor penggerak yang merupakan faktor penting untuk
membentuk pondasi dan pilar yang kokoh pada tahun 2015 adalah sebagai
berikut:
1. Kurikulum Berorientasi Kreatif
dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan: Kurikulum yang dimaksudkan disini
adalah (i) kurikulum yang membentuk kompetensi agar menjadi individu‐individu
visioner yang mampu menerima berbagai scenario tantangan, melihat peluang
dan berani mengambil resiko, termasuk melatih kemampuan mencerna permasalahan
dan mengambil keputusan dengan tepat walaupun
tanpa adanya panduan yang cukup; (ii) kurikulum yang memfasilitasi
intensifikasi skill, talenta dan kreativitas, serta (iii) kurikulum yang
mengandung program yang seimbang antara hard science dengan soft science (seni
dan ilmu sosial).
2. Kebebasan Pers & Akademik:
Adanya kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pikiran di lingkungan
masyarakat dan kampus dan. Hal ini akan menciptakan iklim kritis yang
menghasilkan sirkulasi informasi dimedia dan publikasi‐publikasi
yang bermutu.
3. Riset Inovatif Multi Disiplin:
Riset yang dihasilkan haruslah riset yang market friendly dan riset
yang tidak hanya di dalam pasar mainstream
tetapi juga di luar pasar mainstream (new idea) yang bersifat
multi disipliner yang jelas aplikasinya dimasyarakat.
4. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan:
Lembaga pendidikan dan pelatihan dengan bidang studi kreatif
yang cukup dengan sebaran yang merata di seluruh wilayah
Indonesia. Lembaga yang dimaksud adalah pendidikan dasar,
pendidikan tinggi dan pendidikan/pelatihan informal. Lembaga‐lembaga
pendidikan dan pelatihan diyakini di berbagai negara sebagai faktor
penggerak utama pengembangan kreativitas.
5. Pemasaran, Business Matching:
Pemasaran meliput aspek ekspansi pasar dengan menggunaan konsep
pencitraan dan komersialisasi serta pengembangan produk dan jasa yang
inovatif yang didukung dengan adanya business
matching antara pelaku usaha sehingga akan terbina jejaring usaha
yang solid dan tangguh yang mendukung pertumbuhan
industri kreatif yang berdaya saing.
6. Entrepreneurship, Business
Coaching dan Mentoring:
7. Skema pembiayaan yang sesuai
(rural dan urban): Para pelaku bisnis diharapkan dapat memberikan masukan,
mengarahkan, memfasilitasi terbentuknya lembaga intermediasi
dibidang keuangan yang dapat mendukung
tumbuhnya aktivitas bisnis di industri kreatif.
8. Komunitas Kreatif:
Komunitas kreatif merupakan kumpulan individu
yang memiliki kesamaan visi dan bergerak atas kehendaknya sendiri, dari
mulai menciptakan pertukaran ilmu pengetahuan, pengalaman,
teknik dan taktik yang saling berinteraksi sampai
akhirnya menumbuhkan inisiatif untuk membentuk suatu proyek, dan akhirnya
menetas menjadi suatu entitas bisnis inovatif yang tahan guncangan.
9. Arahan Edukatif: Arahan strategis
dari pemerintah tentang bagaimana mengembangkan insan‐manusia
kreatif yang menghargai budaya dan sejarah.
Arahan ini harus mampu direspon oleh institusi pendidikan yang akan diwujudkan
secara nyata dalam kurikulum dan kebijakan pendidikan
(misalnya: pembuatan program bahwa pendidikan seni, sejarah
bangsa dan budaya menjadi disiplin ilmu wajib di setiap jenjang pendidikan,
dari pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi).
10. Penghargaan Insan kreatif &
Konservasi: Bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghargai budaya dan sejarahnya serta prestasi masyarakatnya.
11. Insentif: Insentif adalah
kemudahan‐kemudahan atau tambahan penghasilan baik berupa
uang, barang, dsb yang diberikan untuk meningkatkan
gairah untuk berusaha, berkembang ataupun bekerja. Insentif
dapat diberikan oleh pemerintah dalam beberapa kondisi, yaitu dalam
kondisi negatif, positif, berkembang dan kompetitif.
12. Iklim Usaha yang Kondusif:
Merupakan situasi serta kondisi lingkungan usaha yang dapat
mendukung pertumbuhan industri kreatif.
1. Rantai Nilai Pada Industri
Kreatif
Rantai nilai yang dimaksudkan di
sini adalah rantai proses penciptaan nilai yang umumnya terjadi di
industri kreatif. Pada sektor manufakturing
dan industri konvensional lainnya, rantai nilai
cenderung pada bagaimana mengatur input berupa
akuisisi dan konsumsi produk-produk fisikal
(tangible) sebagai sumber dayanya (bahan baku).
Penciptaan nilai pada industri manufaktur didasari dari standarisasi
proses, produksi massal dan perulangan (repetition), dengan
semaksimal mungkin selalu mengupayakan efisiensi
dalam produksi sehingga dapat mencapai
produktivitas produksi semaksimal mungkin.
Pemahaman akan
rantai penciptaan nilai di dalam industri
kreatif ini, dapat membantu stakeholders industri
kreatif untuk memahami posisi industri kreatif dalam rangkaian industri
yang terkait dengan industri kreatif ini.
Rantai nilai yang menjadi pokok perhatian
dalam menentukan strategi pengembangan memiliki urutan
linear sebagai berikut: (1) Kreasi; (2)Produksi; (3)
Distribusi, dan (4) Komersialisasi.
Kreasi adalah penciptaan dimana daya
kreasi merupakan faktor suplai/input dalam industri kreatif dengan
melibatkan segala hal yang berhubungan dengan
cara-cara mendapatkan input, menyimpannya dan
mengolahnya. Sehingga daya kreativitas,
keterampilan dan bakat, orisinalitas ide adalah faktor suplai/input yang
paling penting. Dengan produk yang unik dan berbeda serta orisinil,
produk tersebut mampu berkompetisi dengan produk-produk lawannya
dengan lebih baik dan berpotensi menciptakan
lapangan kerja serta kemakmuran bagi yang memilikinya, demikian juga
kebalikannya.
Daya kreasi adalah kekuatan yang
muncul dari dalam diri individu. Perlu diciptakan kondisi lingkungan yang dapat
memupuk daya kreatif individu, dalam hal ini mencakup baik dari lingkungan
dalam arti sempit (keluarga, sekolah) maupun dalam arti kata luas (masyarakat,
kebudayaan). Timbul dan tumbuhnya kreativitas dan selanjutnya berkembangnya
suatu kresi yang diciptakan oleh seseorang individu tidak dapat luput dari pengaruh
kebudayaan serta pengaruh masyarakat tempat individu itu hidup dan bekerja.
Berikut adalah faktor-faktor yang
dapat memperkuat daya kreasi :
1. Edukasi.
Pembangunan sumber daya insani sebagaimana yang kita
ketahui, sangat terkait dengan pendidikan. Kreativitas berbasis artistik
harus dianggap sebagai disiplin ilmu yang serius dan diajarkan di
sekolah sejak TK hingga perguruan tinggi.
Kegunaannya
adalah agar dapat lebih memahami filosofi dan sejarah
seni dengan lebih baik dan menyeimbangkan pola
pikir di kedua sisi otak (otak kiri dan otak
kanan). Dengan demikian diharapkan apresiasi terhadap
seni meningkat, dan mampu menghasilkan lebih banyak gagasan-gagasan
kreatif sebagai jalan keluar dari berbagai permasalahan ekonomi dan
sosial di masyarakat.
2. Inovasi.
Kreasi kreatif bisa berbasis pada inovasi baru, artistik, inovasi sains
danteknologi yang unik dan belum pernah dibuat atau terpikirkan oleh
orang lain. Inovasi yang baik dan berpotensi ekonomi memiliki faktor pengunci
yang sulit dibongkar pihak lain, biasanya adalah penggabungan dari kreasi yang
bersifat non fisik (intangible) dan kreasi yang bersifat fisik (tangible).
3. Ekspresi.
Kreativitas saat itu mampu memaksimalkan daya pikir insani dalam
mengambil keputusan, mencari jalan keluar, meleburkan batasan‐batasan
dan menghasilkan suatu benda, produk yang
baru, unik dan dengan ekspresi yang sangat kuat, diingat orang hingga
ribuan tahun lamanya. Saat ini, dengan pemisahan-pemisahan ilmu pengetahuan,
ekspresi menjadi ekslusif milik kalangan seni,
sedangkan dikalangan eksakta, lebih berorientasi
pada fungsi dan efisiensi.
4.
Kepercayaan Diri. Kepercayaan diri adalah faktor fundamental dalam
berkreasi. Penanaman rasa percaya diri akan semakin mendorong individu
dan perusahaan untuk berani tampil beda atau tampil dengan
identitasnya sendiri. Dalam konteks yang lebih tinggi, kepercayaan diri
yang kuat, dan keberanian untuk mengelola resiko akan menguatkan
identitas individu kreatif atau perusahaan‐perusahaan
kreatif.
5.
Pengalaman dan Proyek. Produk‐produk industri kreatif pada umumnya memiliki daur
hidup (life cycle) yang relatif singkat, turn‐over yang tinggi
serta berupa proyek-proyek dengan jangka waktu yang relatif singkat.
Seseorang boleh menganggap dirinya kreatif, namun bila ia tidak
memiliki pengalaman dan mengalami berbagai kondisi dipasar, kepekaannya
terhadap pasar akan berkurang dan produk‐produk yang
dihasilkan walaupun memenuhi kriteria kreatif,
belum tentu tepat sasaran.
6. Proteksi.
Kreasi yang benar‐benar baru dan unik memiliki potensi untuk didaftarkan HKInya,
baik itu berupa paten, hakcipta, merek maupun desain.
7. Agen
Talenta. Agen talenta bisa ditemui di industri‐indistri film dan musik, namun
tidak menutup kemungkinan bagi sektor‐sektor kreatif lainnya. Agen‐agen ini
berfungsi sebagai pemburu talenta baru dan mengelola mereka dalam suatu wadah
manajemen. Agen berperan mensuplai insan‐insan kreatif ke industrinya.
2. Produksi
Produksi adalah segala aktivitas
yang dibutuhkan dalam mentransformasikan input menjadi output, baik berupa
produk maupun jasa. Aktivitas dominan dalam produksi adalah mereplikasi
maupun reproduksi. Aktivitas ini adalah proses perulangan
yang memang harus terjadi, agar industri‐industri
kreatif menikmati penghasilan. Faktor yang bertolak belakang akan
terjadi di dalam pembahasan ini, karena
nilai tambah dari hasil kreasi yang orisinil
berasosiasi pada produk‐produk dalam
jumlah terbatas, sedangkan nilai tambah produksi berasosiasi
pada replikasi dan duplikasi sebanyak mungkin
sehingga biaya produksimenjadi murah. Sehingga untuk mensikapinya, harus
kita lihat secara proporsional dan tergantung karakteristik produknya.
Faktor‐faktor penting dalam sebuah proses
produksi adalah:
1.
Teknologi.Teknologi yang dimaksudkan disini dapat dibedakan menjadi:
a. Teknologi
Inti. Teknologi merupakan bagian paling penting, namun bukan berarti harus
memiliki semua teknologi yang dibutuhkan. Teknologi ini
berguna untuk melakukan eksperimen, penelitian, ujicoba dan untuk
pembuatan purwarupa (prototyping) berupa fasilitas studio dan workshop.
b. Teknologi
Lapisan Kedua. Teknologi yang pengerjaannya bisa dialihkan kepada pihak
ketiga dengan berprinsip pada fleksibilitas, yaitu: (i) Sistim Manufaktur
Fleksibel (Flexible Manufacturing System); (ii)
Sistim Manufaktur Tangkas (Agile Manufacturing System); (iii)
Sistim Manufaktur berdasarkan kebutuhan saat itu (Just‐in‐Time
Manufacturing System); (iv) Original Equipment Manufacturer (OEM).
2. Jaringan
outsourcing jasa. Karena luasnya industri kreatif, hampir pasti bahwa
organisasi inti di dalam perusahaan berbasis kreatif tidak akan dapat
menjawabsemua permasalahan‐permasalahan yang dihadapi konsumen, karena
permasalahan tersebut membutuhkan penanganan khusus
dari ahlinya/spesialis.
3. Skema
Pembiayaan. Skema‐skema pembiayaan alternatif harus diciptakan untuk menjawab
permasalahan bagi pengaktulisasian ide, gagasan,
atau proyek kreatif yang bernilai ekonomis.
3 Distribusi
Distribusi adalah segala kegiatan
dalam penyimpanan dan pendistribusikan output.
1. Negosiasi
Hak Distribusi: Negosiasi untuk produk‐produk industri kreatif yang
maya (intangible) menuntut suatu keahlian
tertentu, karena produk jenis ini sangat mudah
berpindah tangan dan di distribusikan. Lagu dan perangkat lunak dapat dikirim
melalui email ke banyak tujuan dalam sekali kirim, dapat juga diduplikasi
dengan mudah tanpa seizin penciptanya. Tanpa
pengetahuan yang cukup, negosisasi ini akan berat sebelah, lebih
menguntungkan orang lain daripada sang penciptanya.
2.
Internasionalisasi. Internasionalisasi produk‐produk
kreatif dapat dilakukan dengan cara mengikuti pasar
mainstream atau dengan jaringan internasional yang lebih
independen.
3.
Infrastruktur. Infrastruktur yang dikembangkan diharapkan dapat mendukung
diseminasi pada media baru (internet), penguatan insan kreatif dan
penciptaanklaster kreatif.
4 Komersialisasi
1.
Komersialisasi adalah segala aktivitas yang berfungsi memberi pengetahuan
kepada pembeli tentang produk dan layanan yang disediakan, dan juga
mempengaruhi konsumen untuk membelinya.
2. Layanan
(services) adalah segala aktivitas yang diperlukan untuk menjaga suatu
barang atau layanan tetap berfungsi dengan baik sesuai dengan
harapan konsumen setelah barang atau jasa itu dibeli oleh mereka.
2.4 Klasifikasi 14 Subsektor
Industri Kreatif
Subsektor industri kreatif nasional
yang ada perlu dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang memiliki
kesamaan dari dua aspek utama: substansi yang dominan dan tingkat keahlian SDM
dalam industri tersebut.
Pengelompokan 14 subsektor industri
kreatif tersebut dilakukan dengan memperhatikan dua dimensi, yaitu: (a)
substansi yang dominan dalam subsektor industri kreatif tersebut; dan (b)
intensitas sumber daya yang dibutuhkan pada subsektor industri kreatif
tersebut, karena kedua aspek tersebut merupakan komponen utama yang menentukan
perkembangan industri kreatif ini.
1 Substansi Dominan
Substansi
dominan pada suatu subsektor industri kreatif, dapat dibedakan menjadi 4
(empat) aspek yang menjadi ciri-cirinya yaitu:
1. Media. Subsektor tersebut
menghasilkan barang/jasa yang mengandalkan media yang digunakan untuk menampil
kontennya untuk menghasilkan nilai tambah (value‐added).
2. Seni dan Budaya. Subsektor tersebut
menghasilkan barang/jasa yang mengandalkan kandungan seni dan budaya yang
terdapat di dalamnya untuk menghasilkan nilai tambah (value‐added).
3. Desain. Subsektor tersebut
menghasilkan barang/jasa yang mengandalkan aspek perancangan/desain untuk
menghasilkan nilai tambah (value‐added).
4. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Subsektor tersebut menghasilkan barang/jasa mengandalkan pengunaan teknologi
berbasis pengetahuan (knowledge) sebagai sarana penciptaannya untuk
menghasilkan nilai tambah (value‐added).
2. Intensitas Sumber Daya
Di dalam industri kreatif, secara
general memang peran kreativitas adalah sentral sebagai sumber daya utama. Akan
tetapi, memang terdapat beberapa industri yang masih sangat membutuhkan sumber
daya yang bersifat fisik, berupa sumber daya alam baik sebagai bahan mentah
maupun bahan baku antara bagi industri tersebut. Industri lainnya
yang memiliki kondisi yang sama bahkan dalam
hal ini peran sumber daya fisiknya tak
tergantikan adalah industri kerajinan dan
industri fesyen. Industri kerajinan membutuhkan berbagai bahan baku
yang berasal dari alam, misalkan kayu, rotan, plastik, batu-batuan,
logam, dll. Industri fesyen mutlak
memerlukan bahan baku tekstil sebagai sumber
daya yang utama. Walaupun pada kedua
industri tersebut trend globalnya adalah untuk
meningkatkan nilai tambah dari aspek desain bukan lagi aspek produksi/manufaktur
namun tidak bisa mengabaikan kebutuhan
sumber daya berwujud fisik dalam hal ini.
Industri pasar barang seni, walaupun tidak
lagi melakukan kegiatan produksi, juga merupakan industri yang
mengandalkan sumber daya berwujud fisik, karena produk yang dijual nampak wujud
fisiknya.
Industri-industri di
atas dapat dikategorikan sebagai industri
yang berbasis sumber daya yang kasat mata (tangible-based).
Sedangkan sebagian besar subsektor industri kreatif lainnya sangat minim
kebutuhan sumber daya berwujud fisiknya, dan biasanya
tidak dominan perannya. Industri-industri seperti permainan interaktif dan
music misalkan, mengandalkan sepenuhnya kreativitas sebagai
sumber daya utama. Industri-industri ini
kita kategorikan sebagai industri yang berbasis sumber daya yang tidak kasat
mata (intangible-based).
Terdapat 7 kelompok subsektor industri kreatif :
Kelompok Subsektor Industri
publikasi dan presentasi lewat media (Media Publishing and Presence) yaitu:
subsektor Penerbitan Percetakan dan subsektor
Periklanan (warna oranye, 2 subsektor).
Kelompok Subsektor Industri dengan
kandungan budaya yang disampaikan lewat media elektronik
(Electronic Media Presentation with Cultural
Content: yaitu subsektor TV dan Radio dan subsektor
Film Video dan Fotografi (warna ungu, 2 subsektor).
Kelompok Subsektor Industri dengan
kandungan budaya yang ditampilkan ke publik baik secara
langsung maupun lewat media elektronik (Cultural
Presentation) yaitu subsector Musik dan subsektor Seni Pertunjukan (warna
merah, 2 subsektor).
Kelompok Subsektor
Industri yang padat kandungan seni dan
budaya (Arts & Culture Intensive), yaitu subsektor Kerajinan
dan subsektor Pasar barang seni (warna coklat 2 subsektor).
Kelompok Subsektor Industri
Design, yaitu subsektor Desain, subsector Fesyen
dan subsektor Arsitektur (warna hijau, 3 subsektor) Kelompok Subsektor
Industri kreatif dengan muatan teknologi (Creativity with Technology):
subsektor Riset dan Pengembangan, subsector Permainan Interaktif dan subsektor
Teknologi Informasi dan Jasa Perangkat Lunak (warna biru tua, 3 sektor).
Kerangka kerja
melalui pembagian ke dalam tujuh kelompok
industri kreatif ini akan berperan penting dalam menentukan strategi
pengembangan. Dengan mengetahui intensitas pemanfaatan sumber daya
alam di dalam industri kreatif, maka strategi
pengembangan sektor tertentu harus memperhatikan aspek
kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam industri
tersebut. Selain itu, kebijakan pemerintah dari berbagai instansi
yang menyentuh empat aspek dominan yang
berbeda di dalam industri kreatif tersebut
(Seni & Budaya, Media, Desain dan IpTek) akan
berdampak pula pada subsektor industri kreatif
bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah
terhadap pengembangan industri kreatif akan bersifat lintas sektoral dan
membutuhkan koordinasi antar instansi.
Dalam hal ini, kebijakan industry
kreatif nasional nantinya akan memerlukan kebijakan dari berbagai
instansi pemerintah baik di pusat maupun
di daerah, yang harus dilengkapi dengan
program kerja masing-masing yang bermuara
pada Rancangan Pengembangan Industri Kreatif nasional.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Model pengembangan
industri kreatif adalah layaknya sebuah
bangunan yang akan menguatkan ekonomi Indonesia, dengan
landasan, pilar dan atap sebagai elemen‐elemen
bangunan tersebut.
Kondisi ekonomi
yang diharapkan oleh Indonesia adalah
ekonomi yang berkelanjutan. Keberlanjutan yang dimaksud
adalah kemampuan untuk beradaptasi terhadap
kondisi geografis dan tantangan ekonomi
baru, yang pada akhirnya menghasilkan keberlanjutan pertumbuhan
(sustainable growth). Pertumbuhan yang tinggi
tercermin dari kompetensi individu individu dalam
menciptakan inovasi.
Rantai nilai yang dimaksudkan di
sini adalah rantai proses penciptaan nilai yang umumnya terjadi di
industri kreatif. Pada sektor manufakturing
dan industri konvensional lainnya, rantai nilai
cenderung pada bagaimana mengatur input
berupa akuisisi dan konsumsi produk-produk
fisikal (tangible) sebagai sumber dayanya
(bahan baku).
Subsektor industri kreatif nasional
yang ada perlu dikelompokkan ke dalam kategori-kategori yang memiliki
kesamaan dari dua aspek utama: substansi yang dominan dan tingkat keahlian SDM
dalam industri tersebut. Pengelompokan 14 subsektor industri kreatif tersebut
dilakukan dengan memperhatikan dua dimensi, yaitu: (a) substansi yang
dominan dalam subsektor industri kreatif tersebut, dan (b) intensitas sumber
daya yang dibutuhkan pada subsektor industri kreatif tersebut.
DAFTRA PUSTAKA
http://alexandria05.blogspot.com/2014/10/makalah-kerangka-kerja-pengembangan_28.html
http://www.slideshare.net/andrietrisaksono/buku-2-rencana-pengembangan-ekonomi-kreatif-indonesia-2009-2015
0 komentar:
Posting Komentar